Refleksi HUT Bhayangkara: Cipayung Plus Riau Desak Kapolri Evaluasi Kapolda dan Copot Dirkrimsus Polda Riau

Refleksi HUT Bhayangkara: Cipayung Plus Riau Desak Kapolri Evaluasi Kapolda dan Copot Dirkrimsus Polda Riau

Pekanbaru (Suarabernas.com) —Tepat pada peringatan Hari Bhayangkara ke-79, aliansi mahasiswa Cipayung Plus Riau—yang terdiri dari KAMMI, IMM, HMI, PMII, GMNI, GMKI, dan HIMAPERSIS—menyampaikan kritik tajam terhadap institusi Kepolisian, khususnya Polda Riau, 1 Juli 2025.

Pernyataan ini disampaikan oleh Teguh Azmi, Ketua GMNI Riau, yang mewakili Cipayung Plus Riau dalam konferensi pers yang digelar di Pekanbaru. Ia menegaskan bahwa kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum di Riau terus merosot akibat ketimpangan dan diskriminasi hukum yang kian mencolok.

"Hukum di Riau hari ini telah berubah menjadi pisau bermata satu: tajam ke bawah, tumpul ke atas," ujar Teguh Azmi.

Ia menyoroti bagaimana rakyat kecil, terutama petani tradisional, sering kali ditindak secara cepat dan represif atas dugaan pelanggaran lingkungan. Sementara itu, korporasi besar yang terlibat dalam pembakaran hutan, pencemaran sungai, dan perampasan tanah adat justru kerap luput dari jerat hukum. Kalaupun dijatuhi hukuman, hanya sebatas sanksi administratif ringan—atau bahkan bebas sama sekali.

Lebih lanjut, Cipayung Plus Riau juga mengkritisi lambannya penanganan kasus-kasus korupsi, seperti skandal perjalanan dinas fiktif yang melibatkan anggota DPRD Riau.

"Tidak ada transparansi, tidak ada keseriusan dalam penindakan. Hukum seolah tunduk pada kekuasaan dan jabatan. Ironisnya, masyarakat kecil yang terlambat membayar pajak atau membuka warung tanpa izin bisa langsung ditindak dalam hitungan hari," tegas Teguh.

Menurutnya, situasi ini jelas bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menjamin kesetaraan semua warga negara di hadapan hukum.

Cipayung Plus juga menyinggung kasus penggelapan ijazah mantan karyawan PT Sanel, yang menjadi perhatian publik dan harapan bagi banyak pekerja lainnya di Riau agar tidak lagi terjadi praktik semena-mena oleh pihak perusahaan.

Selain itu, persoalan perdagangan orang dan peredaran narkotika dinilai masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Polda Riau yang belum kunjung terselesaikan secara menyeluruh.

"Jika dibiarkan, kondisi ini hanya akan melanggengkan impunitas di kalangan elite dan korporasi. Ini bukan saja pelanggaran hukum positif, tetapi juga mencederai moral publik dan menanamkan keputusasaan di tengah masyarakat," lanjut Teguh Azmi.

Ia menegaskan bahwa Hari Bhayangkara seharusnya menjadi momentum refleksi, bukan sekadar selebrasi seremonial.

"Karena sejatinya, tugas utama kepolisian bukan mempertahankan kekuasaan, melainkan menjaga keadilan. Tapi hingga usia ke-79 tahun, Polri masih belum mampu melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan," ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Teguh Azmi menyampaikan seruan tegas:

“Kami menyerukan agar Polri, khususnya Polda Riau, tidak lagi bermain-main dalam tugas suci penegakan hukum. Kami mendesak agar kepolisian berani berdiri di sisi kebenaran, bukan di bawah ketiak kekuasaan. Jika Polri benar-benar ingin dipercaya rakyat, maka langkah pertama adalah memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu—siapa pun pelakunya, apa pun statusnya, dan sebesar apa pun kuasanya.”***

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index