Hiruk pikuk keracunan menu Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa para siswa, menarik perhatian banyak pihak. Bahkan Televisi tertentu yang berafiliasi dengan salah satu partai politik : terus menerus dan berulang-ulang menayangkan berita keracunan tersebut. Di Sleman Jogyakarta Ibu-Ibu yang tergabung dalam : Suara Ibu Indonesia malah menyatakan sikap " Hentikan MBG " melalui unjuk rasa yang dilakukan pada tanggal 26 September 2025. Kita semua prihatin dan sedih dengan peristiwa keracunan Menu makanan MBG ini. Salah seorang Wakil Ketua Badan Gizi Nasional bahkan sampai mengucurkan air mata dan meminta maaf pada publik atas peristiwa keracunan yang menimpa para siswa penerima manfaat. Dan menyatakan BGN akan bertanggung jawab
atas biaya pengobatan siswa yang menderita keracunan dan berkomitmen melakukan evaluasi dan perbaikan program MBG kedepan.
Kita mencoba melihat permasalahan keracunan menu makanan MBG ini secara jernih dan kepala dingin. Data yang disampaikan BGN jumlah siswa yang mengalami keracunan per September 2025 sekitar 4711 orang , sedangkan BBC News Indonesia ( pada tanggal 22 September ) melaporkan sekitar 5626 orang. Walaupun tidak dijelaskan bagaimana metodologi angka tersebut didapat, baik oleh BGN maupun BBC.
Apa itu Keracunan ?
Menurut Badan Kesehatan Dunia ( WHO) keracunan adalah " suatu kondisi yang terjadi ketika zat beracun masuk kedalam tubuh dan menyebabkan penyakit, kerusakan atau kematian" Dalam konteks keracunan makanan penyebabnya adalah makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri, virus, atau parasit serta bahan kimia untuk menentukan telah terjadi keracunan harus dilakukan pemeriksaan oleh Laboratorium yang berkompeten. Disetiap Propinsi di Indonesia terdapat Unit Kerja Laboratorium Kesehatan. Bahkan disetiap Puskesmas terdapat Lab kesmas.
Pada tanggal 25 September 2025 Laboratorium Kesehatan Daerah Jawa Barat mengumumkan ditemukan : bakteri Salmonella dan Bacilluscereus pada 208 sampel MBG yang berasal dari 12 kabupaten kota di Jawa Barat. Data tersebut membuktikan secara ilmiah kasus keracunan menu MBG memang terjadi. Pertanyaan berikutnya adalah , berapa besar masalah yang timbul dan apakah relevan menjadi alasan untuk menghentikan program MBG secara Nasional?
Penerima 22,7 juta orang
Dengan jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi per September 2025 sebanyak 8018 dan terdiri dari hampir 100.000 orang relawan dan sudah berhasil memberi manfaat program kepada 22,7 juta orang : sebuah capaian luar biasa. Ada masalah : ya. Ada peristiwa keracunan dalam proses : ya dan itu diakui secara jujur oleh Petinggi BGN sendiri. Kalau kita mencoba mencermati prevalensi jumlah siswa yang terkena keracunan sejumlah 5626 orang versi BBC News Indonesia atau 0,024% dari 22,7 juta penerima. Apakah ini dapat dikatakan KLB atau Kasus Luar Biasa di seluruh Indonesia?
Menurut WHO KLB adalah "munculnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Ini dapat meliputi peningkatan dua kali lipat dibandingkan waktu sebelumnya".
Kita mengingatkan kepada semua Kepala Daerah untuk berhati-hati menentukan status KLB.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya BGN bukan hanya mengakui ada kasus keracunan tetapi juga menyatakan bertanggung jawab dan akan melakukan evaluasi secara menyeluruh. Dengan fakta diatas apakah patut, kalau Progam MBG yang sudah berjalan secara NASIONAL dan akan terus diperbaiki : programnya dihentikan ? Jawabannya adalah : Tidak Dihentikan. Perlu evaluasi : ya. Perlu investigasi : Ya.
Kearifan Lokal
Kosa kata Kearifan Lokal bukan sebatas slogan tanpa makna tapi merupakan " kekuatan " yang harus dicermati oleh BGN. Kita tidak perna
Kearifan Lokal
Kosa kata Kearifan Lokal bukan sebatas slogan tanpa makna tapi merupakan " kekuatan " yang harus dicermati oleh BGN. Kita tidak pernah mendengar terjadinya peristiwa keracunan pada Industri Restoran Padang dan Warung Tegal (warteg). Sengaja kita sebut industri restoran, karena restoran Padang dan warteg telah bertransformasi menjadi sektor informal yang menunjang kehidupan banyak orang bahkan berkontribusi terhadap perekonomian nasional walau nyaris tanpa bantuan resmi Pemerintah. Walaupun skalanya berbeda mamun BGN patut mempelajari bagaimana " proses kultural " Tata kelola restoran Padang dan warteg nyaris nihil keracunan.
Berikut ini beberapa hal yang mungkin dapat diperhatikan untuk perbaikan kedepan :
Pertama, BGN benar-benar harus merealisasikan komitmen dan janji untuk bertanggung jawab terhadap semua biaya pengobatan korban keracunan menu MBG di seluruh Indonesia. Jangan berdalih belum ada atau tidak ada pos anggaran : Gunakan mata Anggaran Lain-lain atau anggaran yang ada dulu. Proses sesuai mekanisme penggunaan anggaran yang benar dan pertanggung jawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanggung jawab tersebut harus dilaksanakan sampai para korban
dapat bersekolah seperti sedia kala.
Kedua, Evaluasi menyeluruh harus dilakukan dimulai dari : protokol standar program MBG : proses penyediaan makanan, mulai dari pengadaan bahan makanan , proses penyiapan makanan, pendistribusian dan sampai proses konsumsi oleh penerima manfaat. Evaluasi harus melibatkan Kemenkes, Lembaga Perguruan Tinggi terkait, BPOM, Organisasi profesi : IDI, Per Gizi Pangan, PERSAGi dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ). Task force Evaluasi sebaiknya dibentuk pada level Nasional dan masing-masing daerah, terutama daerah yang terdampak kasus keracunan menu MBG.
Ketiga, BIN dan Penegakan Hukum diminta secara khusus menginvestigasi " meluasnya " kasus keracunan ke beberapa daerah dan Terpaparnya minyak babi pada food tray MBG. Apalagi keterpaparan minyak babi tersebut sudah terkonfirmasi oleh Majelis Ulama Indonesia ( MUI) , seperti dimuat beberapa Media pada tanggal 22 September 2025. Kejadian ini bukan saja berpotensi menjadi " trouble" bagi program MBG tetapi juga dapat menimbulkan kegaduhan nasional.
Keempat, memperhatikan dan mencermati masalah realisasi penyerapan anggaran program MBG sampai ini , sebaiknya BGN mempertimbangkan kembali secara realistis target penyerapan anggaran sebesar Rp 99 Triliun pada akhir tahun 2025. Karena per
tanggal 26 September 2025, BGN baru mampu menyerap anggaran sebesar Rp 19,3 Triliun atau sekitar 20 % dari Rp 99 Triliun anggaran yang disediakan Menteri Keuangan. Di banyak negarapun program sejenis MBG juga dilaksanakan secara bertahap.
Kelima, hasil Evaluasi dan investigasi harus diumumkan kepada publik. Demikian juga perbaikan proses pelaksanaan program MBG harus disampaikan secara terbuka kepada seluruh lapisan masyarakat.
InsyaAllah program MBG akan berjalan baik pada masa yang akan datang. Amien.